HALAMAN

Kamis, 18 Juni 2009

Membangun Gerakan Extra Parlementer


Harapan sebagai rakyat diamanatkan kepada wakil rakyat, dalam hal ini parlemen menjadi lembaga yang seharusnya mewakili kepentingan-kepentingan rakyat yang diwakilinya. namun dalam iklim yang sedang berkembang saat ini, sulit kiranya kita untuk mengatakan bahwa cita-cita kita sebagai bangsa, sebagai masyarakat dapat di wujudkan secara nyata, indikasi hal ini dapat dilihat dari kinerja parlemen kita, yang juga wakil kita, mereka mempertontokan sebuah dagelan politik yang entah kemana arah pastinya bangsa ini dibawa. money politik pilleg, dana-dana siluman, study banding yang tidak jelas, permainan perempuan dan masih banyak lagi catatan buruk yang ditorehkan oleh wakil rakyat kita. Sementara nun jauh di sana, anak kecil busung lapar, masyarakat kehilangan tempat tinggal akibat terendam lumpur, sang ibu mempekerjakan anaknya di jalanan, petani kekurangan air dan sulitnya mendapatkan pupuk, nelayan menukar solar dengan minyak tanah. Lalu apa peran kita? sebagai masyarakat yang masih peduli terhadap nasib bangsa, hendaknya geakan-gerakan ekstra perlemanter lah yang harus kita ambil, sebagai penyeimbang kebijakan pemerintah, harapannya kemudian suara rakyat menjadi raja yang harus pertama kali didengar dan dilayani demi kemakmuran bangsa, karena murka rakyat adalah murka tuhan...(lang)

Bangsa yang Beradab


Bangsa yang beradab adalah bangsa yang selalu mempertahankan ciri, tradisi dan karakter asli bangsanya, kita tilik, kenapa Jepang bisa maju, kenapa Cina bisa kuat, kenapa Eropa bisa bangkit dari masa kegelapannya (darkness) ? jawaban dari semua itu adalah negara-negara tersebut mempertahankan dan melestarikan budaya dan tradisi bangsanya. lalu bagaimana dengan kita Indonesia yang kita sebut dengan Negara Kesatuan, apakah masih layak kita sebut negara Kesatuan atau sudah berubah nama menjadi Pasar Raya Indonesia --meminjam istilah Agus Sunyoto--, wajar kiranya hal ini terlontar dari kita karena bangsa kita sudah sangat rentan untuk dimasuki budaya-budaya import yang jelas-jelas akan menggerogoti akar kekuatan bangsa kita. namun, harapan itu masih sangat terbuka, jika kita sungguh-sungguh mau maju, kenali ciri bangsa kita jangan tinggalkan budaya nasional kita, pertahankan tradisi nenek moyang kita dan akulturasikan dengan kenyataan zaman kita saat ini. "Almuhaafdhatu 'alaa qadiimi as-shaaleh wa al-'akhdu bi jadiidil ashlah". Wallahu 'alam. (Lang)

POLITIK CARUT MARUT


Ada satu kegelisahan dibenak saya ketika melihat hajatan tahunan bangsa ini yakni hajat demokrasi pemilihan Presiden dan wakilnya. Betapa tidak, hajatan yang mestinya memberikan harapan perubahan untuk bangsa ini malah dinodai dengan beberapa kasus yang sangat menilisik hati. Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menjadi pelaksana undang-undang dalam perhelatan akbar hajat ini seolah tidak bisa menunjukan kredibilitasnya sebagai profesional institution , diawali dari kinerja buruk soal pendataan DPT, ditambah lagi distribusi logistik yang tidak merata serta yang terakhir soal kacaunya keputusan KPU mengenai penetapan anggota legeslatif yang disinyalir tidak konstitusional. kasus terakhir bermula dari kesalahan KPU mengenai penetapan anggota legestaif yang akan duduk di parlemen, sengketa itu akhirnya diputuskan di Mahkamah Konstitusi dan beberapa anggota legeslatif yang dulunya ditetapkan KPU menjadi anggita yang sah, oleh MK dianggap unconstitutional , akhirnya beberapa nama baru akan mengisi kancah wakil kita di senayan nanti.